Khamis, 20 Januari 2011

Keaiban Yang Ditutup Allah

  
Keaiban Yang Ditutup Allah


Kita merupakan makhluk yang bersifat lemah dan hamba yang penuh dengan kebergantungan kepada Allah. Sepanjang kita hidup saban hari, kita tak mungkin terlepas daripada melakukan dosa. Dosa yang kita lakukan itu boleh jadi secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Dosa yang terang-terangan akan mengundang rasa malu kepada orang lain, melainkan jika hati kita sudah sekeras batu. Oleh itu, kita lebih banyak melakukan dosa yang sembunyi-sembunyi. Dosa yang tak siapa tahu melainkan kita, dan Allah.
Dari An Nawas bin Sam’an RA, dari Nabi SAW, baginda bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR Muslim)
Kalau dibukakan segala dosa yang kita lakukan, tentu takkan ada siapa yang akan menghormati kita. Kalau Allah membukakan segala dosa yang kita lakukan sembunyi-sembunyi baik dalam pandangan, pendengaran, perbuatan, ataupun lintasan hati, nescaya takkan adapun manusia yang mahu memuji kita. Pujian yang manusia berikan adalah atas zahir yang terlihat mata. Namun, kita tentu lebih mengenali diri sendiri dan lebih tahu bagaimana status kita.
Apakah kita itu sangat suci sehingga tak pernah melakukan dosa di belakang manusia atau kita ini penuh dengan dosa rahsia? Misalnya di saat kita seorang diri melayari internet dan tak ada mata lain yang melihat, apakah kita sampai melepasi batas penglihatan yang diizinkan Allah? Bagaimana dengan prasangka buruk dalam hati kita yang telah dilemparkan kepada sekian banyak manusia lain tanpa pengetahuan mereka? Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan kita tatkala berseorangan?  Astaghfirullahalaziim. Banyak sangat dosa kita!
Firman Allah:
“…dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi…” (Al-An’a,: Ayat 151)
Allah begitu penyayang dan Dia tahu betapa lemahnya kita. Lalu dia menutup keaiban-keaiban kita sehingga kita mampu berjalan di tengah-tengah manusia tanpa rasa malu, sekalipun kita telah melakukan segunung dosa di belakang mereka. Namun, adalah sesuatu yang sangat takabbur jika dengan Allah pun kita tak rasa malu. Bukankah Allah mengetahui apa yang tak diketahui oleh manusia lain tentang diri kita? Maka, setiap kali kita ingin melakukan dosa di belakang manusia, ingatlah bahawa ada Allah yang lebih patut kita rasa malu kepada-Nya berbanding manusia.
Mengapa? Kerana di akhirat kelak bukan manusia yang akan menghitung amal-amal kita. Allah yang paling tahu tentang diri kita dan Dia jugalah yang akan menghitung amal-amal kita. Hanya dengan Rahmat-Nya kita akan dimasukkan ke dalam syurga. Kalau kita merasakan tutupan Allah atas keaiban kita itu adalah satu zon selesa, maka kita silap. Boleh jadi keaiban yang Allah tutup sementara atas muka bumi ini akan dibukakan kepada seluruh Umat manusia di akhirat kelak jika kita tak benar-benar bertaubat kepada-Nya.
Kadang-kadang kita suka mencanangkan dosa orang lain, sekalipun dosa tersebut tidak diceritakannya kepada orang lain, hanya kepada kita. Perbuatan itu mencari nahas namanya. Ingatlah akan sebuah hadith:
Daripada Abu Hurairah r.a. berkata: “…dan sesiapa yang menutup keaiban seorang muslim maka Allah ta’ala akan menutup keaibannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah ta’ala akan sentiasa menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya…” (HR Muslim)
Hadith ini menyeru kita untuk memelihara keaiban orang lain. Sebagai timbal balik, Allah akan menutup keaiban kita di dunia dan di akhirat. Subhanallah! Masihkah kita berhajat untuk mencanangkan dosa orang lain sehingga Allah juga akan membuka keaiban kita nanti? Malulah kepada Allah, takutlah kepada ancaman Allah. Jika kita hanya malu kepada manusia, kita takkan malu berbuat dosa di belakang mereka. Namun jika kita malu kepada Allah, kita akan sentiasa memelihara diri daripada dosa, dalam terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Waspadalah akan firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (An-Nuur: Ayat 19)
Apabila Allah telah menutup keaiban kita, janganlah pula kita yang membukakannya. Setelah selesai dosa sembunyi-sembunyi kita, janganlah diterang-terangkan kepada orang lain. Renunglah sebuah hadith:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seluruh umatku akan diampuni dosa-dosa kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Di antara orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata, “Wahai fulan, semalam aku berbuat ini dan itu”. Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah.” (Muttafaqun ‘alaih HR Bukhari dan Muslim).
Sungguh, Allah sentiasa menginginkan kebaikan bagi kita. Allah sentiasa membuka peluang dan ruang bagi kita untuk kembali bertaubat atas dosa yang kita lakukan di sebalik tabir. Namun, kita yang sebenarnya tak mengambil peluang dan tak menghargai tutupan-tutupan aib kita oleh Allah tersebut. Setelah apa yang Allah tutup daripada sekian banyak keaiban kita, apakah tidak wajar untuk kita bersyukur dan bertaubat?


Kita merupakan makhluk yang bersifat lemah dan hamba yang penuh dengan kebergantungan kepada Allah. Sepanjang kita hidup saban hari, kita tak mungkin terlepas daripada melakukan dosa. Dosa yang kita lakukan itu boleh jadi secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Dosa yang terang-terangan akan mengundang rasa malu kepada orang lain, melainkan jika hati kita sudah sekeras batu. Oleh itu, kita lebih banyak melakukan dosa yang sembunyi-sembunyi. Dosa yang tak siapa tahu melainkan kita, dan Allah.
Dari An Nawas bin Sam’an RA, dari Nabi SAW, baginda bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR Muslim)
Kalau dibukakan segala dosa yang kita lakukan, tentu takkan ada siapa yang akan menghormati kita. Kalau Allah membukakan segala dosa yang kita lakukan sembunyi-sembunyi baik dalam pandangan, pendengaran, perbuatan, ataupun lintasan hati, nescaya takkan adapun manusia yang mahu memuji kita. Pujian yang manusia berikan adalah atas zahir yang terlihat mata. Namun, kita tentu lebih mengenali diri sendiri dan lebih tahu bagaimana status kita.
Apakah kita itu sangat suci sehingga tak pernah melakukan dosa di belakang manusia atau kita ini penuh dengan dosa rahsia? Misalnya di saat kita seorang diri melayari internet dan tak ada mata lain yang melihat, apakah kita sampai melepasi batas penglihatan yang diizinkan Allah? Bagaimana dengan prasangka buruk dalam hati kita yang telah dilemparkan kepada sekian banyak manusia lain tanpa pengetahuan mereka? Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan kita tatkala berseorangan?  Astaghfirullahalaziim. Banyak sangat dosa kita!
Firman Allah:
“…dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi…” (Al-An’a,: Ayat 151)
Allah begitu penyayang dan Dia tahu betapa lemahnya kita. Lalu dia menutup keaiban-keaiban kita sehingga kita mampu berjalan di tengah-tengah manusia tanpa rasa malu, sekalipun kita telah melakukan segunung dosa di belakang mereka. Namun, adalah sesuatu yang sangat takabbur jika dengan Allah pun kita tak rasa malu. Bukankah Allah mengetahui apa yang tak diketahui oleh manusia lain tentang diri kita? Maka, setiap kali kita ingin melakukan dosa di belakang manusia, ingatlah bahawa ada Allah yang lebih patut kita rasa malu kepada-Nya berbanding manusia.
Mengapa? Kerana di akhirat kelak bukan manusia yang akan menghitung amal-amal kita. Allah yang paling tahu tentang diri kita dan Dia jugalah yang akan menghitung amal-amal kita. Hanya dengan Rahmat-Nya kita akan dimasukkan ke dalam syurga. Kalau kita merasakan tutupan Allah atas keaiban kita itu adalah satu zon selesa, maka kita silap. Boleh jadi keaiban yang Allah tutup sementara atas muka bumi ini akan dibukakan kepada seluruh Umat manusia di akhirat kelak jika kita tak benar-benar bertaubat kepada-Nya.
Kadang-kadang kita suka mencanangkan dosa orang lain, sekalipun dosa tersebut tidak diceritakannya kepada orang lain, hanya kepada kita. Perbuatan itu mencari nahas namanya. Ingatlah akan sebuah hadith:
Daripada Abu Hurairah r.a. berkata: “…dan sesiapa yang menutup keaiban seorang muslim maka Allah ta’ala akan menutup keaibannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah ta’ala akan sentiasa menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya…” (HR Muslim)
Hadith ini menyeru kita untuk memelihara keaiban orang lain. Sebagai timbal balik, Allah akan menutup keaiban kita di dunia dan di akhirat. Subhanallah! Masihkah kita berhajat untuk mencanangkan dosa orang lain sehingga Allah juga akan membuka keaiban kita nanti? Malulah kepada Allah, takutlah kepada ancaman Allah. Jika kita hanya malu kepada manusia, kita takkan malu berbuat dosa di belakang mereka. Namun jika kita malu kepada Allah, kita akan sentiasa memelihara diri daripada dosa, dalam terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Waspadalah akan firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (An-Nuur: Ayat 19)
Apabila Allah telah menutup keaiban kita, janganlah pula kita yang membukakannya. Setelah selesai dosa sembunyi-sembunyi kita, janganlah diterang-terangkan kepada orang lain. Renunglah sebuah hadith:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seluruh umatku akan diampuni dosa-dosa kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Di antara orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata, “Wahai fulan, semalam aku berbuat ini dan itu”. Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah.” (Muttafaqun ‘alaih HR Bukhari dan Muslim).
Sungguh, Allah sentiasa menginginkan kebaikan bagi kita. Allah sentiasa membuka peluang dan ruang bagi kita untuk kembali bertaubat atas dosa yang kita lakukan di sebalik tabir. Namun, kita yang sebenarnya tak mengambil peluang dan tak menghargai tutupan-tutupan aib kita oleh Allah tersebut. Setelah apa yang Allah tutup daripada sekian banyak keaiban kita, apakah tidak wajar untuk kita bersyukur dan bertaubat?

Tiada ulasan:

Catat Ulasan